penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terus berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Untuk mendukung penggunaan EV, Presiden Jokowi ketika itu menerbitkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Baterai Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Ketika Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) didirikan tahun 2022, salah satunya untuk mendukung Perpres tersebut. Organisasi ini dipimpin Jenderal TNI (Pur) Dr. Moeldoko sebagai Chairman.

Wakil Ketua Bidang Pengembangan dan Penelitian Periklindo, Prabowo Kartoleksono menjelaskan, secara mendasar Periklindo adalah perkumpulan dari pelaku-pelaku industri kendaraan listrik Indonesia yang mempunyai kekhawatiran yang sama terhadap polusi udara di kota-kota besar Indonesia yang semakin parah dan impor BBM yang semakin menggerus devisa negara.

Periklindo menilai selama 50 tahun industri otomotif Indonesia jalan di tempat, dan tetap bergantung pada negara prinsipal. Karena itu, organisasi ini berpandangan masa depan dari mobilitas adalah dengan kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Apalagi Indonesia modal sumber daya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang sangat besar, maka harus bisa menjadi pemain utama di industri otomotoif, khususnya EV.

Prabowo menyebutkan fungsi utama Periklindo. Pertama, untuk menjadi jembatan penghubung antara para pelaku industri kendaraan listrik Indonesia dengan pemerintah, sehingga apa-apa yang menjadi kendala yang dialami oleh pelaku industri di lapangan dan alternatif solusi dapat dengan cepat disampaikan kepada pemerintah.

“Pemerintah pun dapat menyelesaikan dan mengantisipasi permasalahan di lapangan melalui peraturan-peraturan atau undang-undang yang lebih tepat,” kata Prabowo kepada corebusiness.co.id.

Kedua, membantu mengedukasi masyarakat luas mengenai pentingnya transisi energi ke energi yang bersih dan hijau. Kemudian ketiga, membantu mempromosikan kepada para calon investor di luar negeri untuk menanamkan modal mereka dengan membangun pabrik-pabrik dari bagian ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia.

Periklindo sudah dan selalu akan berperan aktif sebagai mitra pemerintah dengan memastikan aturan-aturan dan kebijakan pemerintah senantiasa berpihak kepada kebaikan dan kemajuan bangsa Indonesia.

Sejak Periklindo didirikan tahun 2022, perkumpulan sudah empat kali menyelenggarakan pameran khusus kendaraan listrik, yaitu Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) yang diselenggarakan tiap tahun di JIEXPO Kemayoran. Setiap pamerannya berhasil menarik puluhan ribu pengunjung yang memberikan kesempatan kepada masyarakat luas mengenai lebih dekat kendaraan listrik, baik dari segi fitur-fitur, kenyamanan, hingga keamanan dari kendaraan listrik.  Dan secara langsung dapat mematahkan mitos-mitos negatif yang beredar di masyarakat tentang kendaraan listrik.

Sejak tahun 2024, Periklindo juga menyelenggarakan konferensi tahunan Kendaraan Listrik Internasional: Periklindo Electric Vehicle Conference (PEVC) di Bali. Konferensi ini telah menjadi ajang yang tepat bagi berbagai pemangku kepentingan, baik dalam maupun luar negeri untuk bertemu dan bertukar informasi paling mutakhir tentang dunia kendaraan listrik berbasis baterai.

Kemudian, Periklindo dengan bermitra dengan pihak-pihak yang sangat berkompeten akan membangun Pusat Kendaraan Listrik yang diberi nama EV Center. EV Center ini diharapkan menjadi tempat rujukan bagi konsumen yang ingin mengetahui secara lebih detail dari kendaraan listrik dari berbagai merek, setiap saat, tanpa harus menunggu adanya pameran otomotif terlebih dahulu.

Manfaatnya, pertama, untuk mengurangi polusi udara, di mana KBLBB tidak menghasilkan emisi gas buang (zero tailpipe emission). Semakin masif menggunakan kendaraan listrik, udara menjadi lebih bersih, terutama di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota-kota lainnya.

Kedua, menurunkan ketergantungan pada impor BBM, sehingga akan mengurangi konsumsi bensin dan solar yang sebagian besar masih impor. Dengan demikian, akan menghemat devisa negara dan memperbaiki neraca perdagangan.

Ketiga, biaya operasional lebih murah. Untuk diketahui, biaya pengisian baterai jauh lebih murah dibanding membeli BBM. Perawatan kendaraan listrik pun lebih sederhana dan hemat, seperti tidak perlu oli dan lebih sedikit komponen bergerak.

Keempat, mendukung transisi energi bersih. KBLBB dapat diisi dari listrik yang bersumber dari energi terbarukan, seperti dari matahari, angin, dan air. Kemudian mengurangi emisi CO₂ secara keseluruhan jika dikombinasikan dengan energi hijau.

Kelima, mendorong industri dalam negeri. Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan industri baterai, manufaktur kendaraan listrik, dan ekosistem pendukung, seperti charging station, software, dan lain-lain. Tak kalah penting, yaitu membuka lapangan kerja baru di sektor teknologi tinggi dan hijau.

Ketujuh, meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Ketika udara menjadi lebih bersih, maka akan menurunnya penyakit terkait polusi, seperti ISPA, asma, dan penyakit jantung.

Tren industri kendaraan listrik  di Indonesia dalam 2 tahun terakhir (2023–2025) menunjukkan pertumbuhan signifikan. Hal ini didorong oleh kombinasi insentif pemerintah, investasi industri, dan meningkatnya kesadaran publik.

Ringkasan tren utamanya dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan kendaraan listrik, investasi industri dan ekosistem, perkembangan infrastruktur pengisian daya, serta regulasi dan insentif pemerintah.

Dari sisi pertumbuhan penjualan kendaraan listrik, untuk kategori sepeda motor listrik, trennya meningkat pesat, karena didukung program subsidi Rp 7 juta per unit dari pemerintah. Untuk kategori mobil listrik, juga meningkat, yang dipimpin oleh merek seperti BYD, Wuling, Chery, Hyundai, DFSK, Aion, Geely, Denza, dan lainnya.

Per April 2025, lebih dari 100 ribu unit EV terdaftar di Indonesia (gabungan mobil dan motor listrik). Saat ini bermunculan taksi listrik, motor listrik untuk logistik, dan mobil listrik untuk car-sharing atau rental.

Untuk investasi industri dan ekosistem, investasi besar dari Hyundai, LG, BYD, Wuling, VinFast, dan beberapa produsen lokal serta pembangunan pabrik baterai, seperti di Karawang oleh Hyundai–LG dan pabrik motor listrik dalam negeri. Tren investasi dan ekosistem tersebut untuk mendukung Indonesia menjadi pusat produksi baterai EV, karena memiliki cadangan nikel terbesar dunia.

Dari perkembangan infrastruktur pengisian daya, bisa dilihat dari terus bertambahnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). PLN, Pertamina, dan swasta, seperti Shell, Voltron, Starvo, aktif membangun jaringan pengisian.

Tersedia juga Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik (SPBKLU) untuk motor listrik, di antaranya dibangun oleh Swap, Oyika, Volta, dan GESITS. Dukungan lain, muncul layanan aplikasi digital untuk mencari charging station terdekat.

Sementara dari sisi regulasi dan insentif pemerintah, antara lain diterbitkan ketentuan PPnBM 0 persen untuk EV tertentu, insentif impor untuk kendaraan dan komponen EV, dan subsidi motor listrik baru dan konversi motor bensin ke listrik. Pemerintah daerah, seperti Bali dan Jakarta, mulai menerapkan insentif parkir gratis, pelat nomor khusus, dan regulasi pembatasan kendaraan konvensional.

Berikutnya, meningkatnya kesadaran publik. EV makin diterima di kalangan milenial dan masyarakat perkotaan. Banyak perusahaan logistik, ride-hailing (Grab, Gojek), dan e-commerce (Shopee, Lazada) mulai pakai EV. Komunitas EV juga berkembang aktif, dan pameran EV, seperti PEVS dan IIMS EV, makin ramai.

Harga EV  masih relatif tinggi bagi masyarakat umum. Infrastruktur charging masih belum merata di luar kota besar, dan edukasi publik masih perlu ditingkatkan. Selain itu, konversi kendaraan lama ke listrik masih lambat.

Ada beberapa asal negara, dominan pabrikan dari China, kemudian Korea Selatan, Vietnam, Jepang, dan Indonesia sendiri.

Berbagai tipe EV sudah tersedia di pasaran, mulai dari kendaraan perkotaan (Citi Car), SUV, MPV, hingga bus dan truk komersial. Yang paling diminati, seperti di kendaraan konvensional, adalah kendaraan MPV dengan enam  atau tujuh penumpang.

Pemerintah Indonesia akan mengakhiri skema insentif untuk impor mobil listrik CBU pada akhir 2025. Dampaknya terhadap perusahaan asing dalam pemasaran EV di Indonesia?

Pengakhiran skema insentif impor CBU (Completely Built-Up) mobil listrik oleh Pemerintah Indonesia pada akhir tahun 2025 akan membawa sejumlah dampak signifikan bagi perusahaan kendaraan listrik asing yang saat ini memasarkan EV mereka di Indonesia. Dampak utamanya, pertama, bea masuk dan harga jual akan meningkat. Tanpa insentif, kendaraan listrik CBU akan dikenakan bea masuk, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan pajak impor lainnya.

Ketika ada pembebanan tersebut, dampaknya harga jual EV CBU bisa naik antara 20 hingga 40 persen, membuatnya kurang kompetitif dibanding produk yang dirakit lokal (CKD/IKD).

Kedua, terjadi penurunan daya saing produk impor. Produk dari merek asing yang belum berinvestasi lokal, misalnya VinFast dan BYD jika belum produksi lokal, akan kehilangan daya saing harga. Sementara merek seperti Wuling, Hyundai, dan DFSK– yang sudah punya pabrik di Indonesia–akan lebih diuntungkan dibanding pesaing CBU murni.

Ketiga, tekanan untuk realisasi investasi lokal. Pemerintah hanya akan melanjutkan dukungan fiskal jika perusahaan menunjukkan komitmen lokalisasi untuk pembangunan pabrik, perakitan, ekosistem baterai, dan SDM. Dengan demikian, perusahaan EV asing dipaksa mempercepat pembangunan fasilitas perakitan (CKD/IKD), menjalin kemitraan lokal, transfer teknologi. Sebagai contoh, BYD dan VinFast sudah menyatakan niat membangun pabrik di Indonesia.

Keempat, akan ada perubahan strategi pemasaran dan model produk. Pabrikan asing perlu memilih model EV yang layak untuk produksi lokal agar efisien secara biaya. Mereka akan fokus pada model yang populer dan massal seperti City car (BYD Dolphin, Wuling Air EV), MPV medium, dan SUV kecil. Kemungkinan juga produsen asing akan menunda masuknya model flagship high-end, karena dinilai tak efisien diproduksi lokal.

Kelima, terjadi peningkatan investasi industri pendukung. Dorongan lokal produksi juga mempercepat pembangunan industri baterai, ekosistem komponen lokal, lapangan kerja baru, dan kolaborasi lokal, misalnya dengan BUMN atau swasta lokal, menjadi strategi utama.

Sebagai gambaran umum, melihat tren pertumbuhan dalam 2 tahun terakhir, dukungan kebijakan pemerintah, investasi besar dari pemain asing, serta meningkatnya kesadaran publik terhadap kendaraan ramah lingkungan, menutut kami penjualan kendaraan listrik di Indonesia diprediksi akan melonjak signifikan pada 2026. Terutama untuk Battery Electric Vehicle (BEV) roda empat dan roda dua.

Periklindo mengestimasi penjualan EV tahun 2026 untuk jenis BEV antara 100 ribu hingga 120 ribu unit, atau meningkat tiga kali lipat dibanding tahun 2024. Jenis motor listrik, estimasi penjualannya antara 600 ribu hingga 800.00 unit, atau meningkat empat hingga lima kali lipat dibanding tahun 2024. Kemudian penjualan kendaraan komersial antara 10.000 hingga 20.000 unit, atau naik pesat, karena segmen baru. (Syarif)

Sumber dari : https://corebusiness.co.id/otomotif/wakil-ketua-periklindo-prediksi-dampak-penghentian-skema-insentif-dan-tren-ev-2026/4/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *