Mantan Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Moeldoko, menyebut perkembangan electronic vehicle (kendaraan listrik) di Indonesia belum didukung oleh pendanaan perbankan.
Moeldoko menilai, jumlah leasing kendaraan listrik di Indonesia masih minim. Bahkan hanya dalam hitungan jari, yakni baru ada empat.
“Menurut saya, nanti ke depannya diharapkan lebih banyak lagi. Sehingga korporasi-korporasi yang ingin mengubah, seperti contohnya transportasi bus yang ingin mengubah ICE (internal combustion engine atau bahan bakar mesin) ke listrik itu dapat pendanaan dari berbagai lembaga keuangan. Sehingga nanti akan lebih menggairahkan,” ujar Moeldoko kepada wartawan di sela acara Periklindo Electric Vehicle Conference, Jimbaran, Kamis (10/07/2025).
Selain pendanaan, Moeldoko melihat tantangan dari sisi penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Saat ini, beber dia, keberadaan SPKLU di Indonesia masih didominasi oleh PLN. Kendati, sektor swasta sudah mulai berbondong-bondong ikut terlibat dalam investasi SPKLU.
Moeldoko menyayangkan situasi ini, sebab menurutnya perkembangan kendaraan listrik cukup pesat. Berdasar data yang dimilikinya, pertumbuhan penggunaan kendaraan listrik Indonesia telah menyentuh angka 10 persen.
Dia memaparkan pula, industri manufaktur untuk menyokong kendaraan listrik juga tampak mulai dikembangkan di Indonesia. Moeldoko melihat kerja sama antara Indonesia Battery Corporation (IBC) dan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) sebagai tonggak utama dimulainya produksi komponen baterai kendaraan listrik di Indonesia.
“Sehingga nanti komponen dalam negeri (TKDN) kita itu bisa 80 persen. Kalau sekarang masih 44 persen karena baterainya impor dari Cina. Nanti bisa jadi 80 persen karena ada di dalam negeri,” jelasnya.
Moeldoko mengungkap pula, insentif pajak yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada pengguna kendaraan berbasis listrik juga lebih tinggi dibanding negara tetangga. Bahkan, angka insentif pajak tersebut lebih tinggi dibandingkan Thailand dan Vietnam yang jadi patokan (benchmark) untuk Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai sedang digencarkan di Pulau Dewata. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sedang menggodok zona ramah lingkungan yang meliputi empat wilayah, yakni Kuta, Sanur, Ubud, dan Nusa Penida. Kebijakan tersebut nantinya diharapkan mampu memperluas penggunaan kendaraan berbasis listrik.
Nantinya, di empat kawasan wisata utama Bali tersebut akan ditetapkan aturan mengenai keharusan pemanfaatan energi bersih dan mobilitas menggunakan kendaraan listrik.
Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi Bali, I Gde Wayan Samsi Gunarta, menyebut pihaknya sedang menyiapkan langkah agar masyarakat Pulau Dewata—terutama di empat wilayah tersebut—mampu bertransisi ke kendaraan listrik dengan baik.
“Karena ada baterai yang harus diurus, kemudian nanti tipe-tipe kendaraan perlu dibuat yang spesifik. Karena kita ada kebutuhan perwisata yang sebetulnya bisa menjadi model untuk daerah-daerah yang mengembangkan perwisata dan memastikan pembelaannya terhadap lingkungan,” jelas Samsi.
Selain industri manufaktur, Samsi melihat tantangan di ranah pembangunan infrastruktur. Dia menyebut sedang memetakan tempat-tempat yang berpotensi diletakkan SPKLU atau charger.
“Namun, dari skala kecil itu akan bisa seluruh pulau ke depannya. Jadi mulai dari daerah-daerah wisata. Kita siapkan aktor-aktor yang akan bergerak di situ, itu harus diurus dari sekarang,” tutupnya.
Sumber dari: https://tirto.id/pendanaan-jadi-tantangan-berat-pengembangan-kendaraan-listrik-hd8R