Anies Baswedan, Calon Presiden RI dari Partai Nasdem, PKS & Demokrat mengkritik kebijakan pemerintah yang tak tepat sasaran yakni pemberian subsidi kepada pembeli mobil listrik.

Anies mengatakan bahwa Indonesia memiliki begitu banyak peluang, khususnya dalam lingkungan hidup. Pemerintah harus memastikan sumber daya yang tepat untuk menghadapi tantangan lingkungan hidup.

“Solusi menghadapi tantangan lingkungan hidup, polusi udara bukan lah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik mobil listriknya yang mereka tidak membutuhkan subsidi, betul?” tegas Anies dalam pidatonya.

Kritikan ini berlawanan dengan ucapan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) sekaligus Ketua Perkumpulan industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) Moeldoko. Saat membuka pameran Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, beberapa waktu lalu Moeldoko menegaskan Indonesia merupakan pelopor mobil listrik di dunia.

“Ini menunjukan bahwa Indonesia menjadi faktor pengungkit atas berkembangnya mobil listrik dunia,” tegas Moeldoko di lokasi.

Pada kesempatan tersebut Moeldoko bilang ada dua hal yang menunjukkan Indonesia sebagai faktor pengungkit perkembangan mobil listrik di dunia. Pertama, pada pertemuan KTT ASEAN ke-42 lalu, para pemimpin negara di kawasan Asia Tenggara sepakat membangun ekosistem mobil listrik di kawasan.

Menurut Moeldoko dalam KTT ASEAN para pemimpin negara sepakat ingin menjadikan kawasan sebagai pusat pertumbuhan kendaraan listrik. Terlebih, Indonesia memiliki sumber daya yang bisa mendukung keberlanjutan kendaraan listrik.

“Kedua, ada empat negara dan lima negara dengan Indonesia. Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand sepakat perlu mengembangkan baterai untuk kepentingan ke depan. Kesepakatan itu akan dilanjutkan dalam aksi nyata dalam riset dan pengembangan bersama,” ungkapnya.

Selain menjadi pengungkit mobil listrik dunia, di dalam negeri sendiri kehadiran mobil listrik bisa menekan subsidi BBM. Anggaran subsidi energi 2023 tembus Rp 212 triliun.

Angka tersebut termasuk subsidi BBM jenis tertentu sebesar Rp 21,5 triliun, naik Rp 600 miliar dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 20,9 triliun. Keberpihakan pemerintah pada mobil listrik diharapkan dapat menarik minat dari banyak pihak untuk terus menyeriusinya.

“Untuk itu saya berharap teman-teman para pengusaha, inovator, pemegang kebijakan jangan ragu-ragu bahwa EV (kendaraan listrik) adalah mobil masa depan untuk kepentingan dunia yang semakin bersih,” ujar Moeldoko.

Tidak hanya, Moeldoko mengungkapkan subsidi atau insentif yang diberikan pemerintah untuk masyarakat membeli mobil listrik justru serapannya rendah. Untuk itu, Moeldoko mengungkapkan ada rencana pemerintah akan merombak aturan mengenai pemberian subsidi/insentif kendaraan listrik.

“Subsidi dan insentif masih berjalan lambat, kami masih evaluasi ke arah yang lebih baik. Agar pembeli kendaraan listrik dapat menikmati insentif ini,” katanya.

Sedikitnya penjualan terlihat dari aplikasi pembelian motor listrik, dimana pembeli mobil listrik subsidi nyatanya masih sangat sedikit, hanya sekitar seratusan orang saja. Padahal kuota yang tersedia mencapai 200 ribu unit. Jika tak ada perbaikan, maka akan banyak kuota yang tidak terpakai.

“Evaluasi ini terlihat orang mau beli kan ada aplikasinya, bisa dilihat populasinya di situ, kenapa yang beli baru sedikit? Dasarnya ini masyarakat diberikan kesempatan subsidi, tapi kok gak direspons? Sampai saat ini baru 106 di aplikasi itu,” sebutnya.

Selain masih tergolong lambatnya penjualan, pemerintah juga melihat bahwa ada pihak tertentu yang harus berat menanggung kebijakan ini, yakni Diler. Padahal, diler punya pembiayaan yang juga terbatas sehingga tidak bisa terbebani banyak biaya.

“Karena subsidi tidak bisa dinikmati semuanya, sehingga itu penyebab lambat dan kedua bisa ada restitusi. Jadi pajak 10% dan 1% ditanggung pembeli, tapi diler menanggung restursi, nah dikhawatirkan dengan restitusi setahun baru dibayar pemerintah maka itu akan menjadi beban bagi diler diler itu,” kata Moeldoko.

“Artinya kan ada sesuatu dong, pemerintah cari tahu itu, mesti ada sesuatu yang nggak nyaman,” lanjutnya.

Pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk mengubah skema subsidi yang sudah berjalan saat ini.

“Kedua, ini bisa karena ada restitusi pajak. Pajaknya kan 11%, 1% itu sama pembeli, tapi diler nanggung restitusi dikhawatirkan itu baru setahun dibayar itu akan jadi beban. Malah itu ini bahan diskusi kita pertanyaannya apakah nggak bisa restitusi cuma sebulan dua bulan,” tutup Moeldoko.

Sumber dari:

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230521203407-4-439230/moeldoko-lawan-ucapan-anies-ini-komentar-lengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *